Transformasi digital bisa terjadi dengan lebih cepat berkat dorongan perkembangan teknologi. Juga dengan adanya pandemi COVID-19 yang menyebabkan segala lini bisnis harus go digital, supaya tak tertinggal dan bisa melanjutkan keberlangsungan bisnis di situasi sulit sekarang ini. Selain produk, metode transaksi keuangan juga harus diubah ke digital.
Saat ini sudah banyak kemudahan yang dipilih oleh masyarakat terkait pembayaran, dengan banyaknya layanan keuangan yang berikan cara transaksi cashless langsung dari smartphone. Dengan begitu, transaksi berjalan mudah dan tak perlu kontak langsung, tanpa harus ke luar rumah. Namun tentunya, muncul risiko baru terkait keuangan.
Sebagai pemimpin global dalam pengiriman aplikasi dan keamanan aplikasi, F5 telah merilis sebuah analisa terkait ancaman keamanan siber (cybersecurity), yang terus meningkat saat institusi finansial lebih fokus kepada kemudahan yang bisa dinikmati konsumen. Dengan beragam cara seperti melalui aplikasi atau menggunakan subyek virus Corona sebagai pancingan.
Baca juga: Prediksi Keamanan Siber di 2021: Tracing Data Sampai Keamanan Cloud
Masyarakat Indonesia Masih Ragu dengan Layanan Keuangan
Berdasarkan sebuah laporan tahun 2020 berjudul “The Privacy Convenience Paradox” yang dirilis oleh F5, sebanyak 57% konsumen di Indonesia percaya bahwa layanan keuangan cukup efektif dalam hal privasi data, dan perlindungan informasi pribadi. Artinya, hampir mencapai setengah jumlah lain masih meragukan keamanan data mereka, saat hendak mencoba layanan keuangan digital yang kini sedang sangat marak.
Dalam sebuah sesi konferensi daring (3/3), Surung Sinamo selaku country manager di F5 turut memaparkan beberapa hasil survei serta jenis-jenis ancaman keamanan siber yang patut diwaspadai. Menurutnya, layanan keuangan perlu menentukan titik yang seimbang antara keamanan siber dengan kemudahan pelanggan.
Pada survei rilisan 2020 yang diadakan oleh PasswordManagers terkait Cybersecurity Exposure Index (CEI), diungkap data negara yang paling rentan terhadap ancaman dunia maya. Dari 108 negara yang dianalisis, Indonesia menempati urutan ke-59, menunjukkan bila masih ada ruang untuk ditingkatkan terkait keamanan siber.
Bentuk ancaman sibernya pun bermacam-macam, salah satunya adalah pembobolan data yang bisa ungkap data pribadi. Mulai dari nama nasabah, alamat, rekening bank sampai nama ibu kandung. Data tersebut kemudian diperdagangkan lewat daring di dark web, atau langsung digunakan untuk menargetkan korban secara langsung.
F5 Hadirkan Rangkaian Solusi Layanan Keuangan Lewat “Shape”
Ingin bantu mengatasi tantangan keamanan oleh perusahaan layanan keuangan, F5 mencoba hadirkan rangkaian solusi terbaru mereka yang dinamakan “Shape”. Memanfaatkan kecerdasan buatan serta machine learning, Shape bakal mencegah dan mengatasi penipuan atau fraud, yang menyerang aplikasi pada tiap langkah perbankan dari nasabah.
Lewat solusi Shape, organisasi dapat menentukan secara akurat apabila ada permintaan yang berasal dari sumber tidak benar atau fraudulent. Bila ada kasus fraud yang berhasil terdeteksi, solusi F5 Shape bakal melakukan proses mitigasi yang efektif. Termasuk antisipasi serangan yang berubah setelah upaya pertama berhasil digagalkan.
Shape AI Fraud Engine (SAFE) juga dapat mencegah nasabah perbankan dari tantangan otentikasi multi-faktor (MFA) yang berlebihan dan tidak perlu, secara efektif hilangkan transaksi penipuan. Sementara Shape Enterprise Defense menentukan secara real-time apabila permintaan aplikasi berasal dari sumber tidak wajar, kemudian mengambil tindakan yang sesuai seperti blokir dan pengalihan.
Dengan algoritma machine learning, Shape juga dapat mengenali perangkat pengguna yang mengunjungi situs maupun aplikasi mobile perbankan. Dengan seluruh rangkaian tersebut, Shape mampu berikan cakupan yang komprehensif. Melindungi perusahaan jasa keuangan dari potensi penipuan skala besar agar mampu pertahankan preferensi & kepercayaan nasabah.
from Gizmologi https://ift.tt/3c3FgCu
via IFTTT
0 Komentar