Jakarta, Gizmologi – Pemerintah sedang menggarap proyek laptop Merah Putih yang akan diproduksi Indonesia untuk bisa bersaing dengan gawai dari luar negeri. Tak tanggung-tanggung dana yang dianggarkan mencapai Rp17,42 triliun dan direncanakan bakal berjalan hingga tahun 2024.
Proyek laptop Merah Putih dibuat menggunakan sumber daya manusia dalam negeri dan melalui kerja sama antarperguruan tinggi, serta produsen lokal. Kehadirannya diupayakan untuk memaksimalkan Tingkatan Kandungan Dalam Negeri (TKDN) produk Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), serta mengurangi ketergantungan laptop impor.
“Saya setuju kita memulai produk dalam negeri, buatan dan desain anak bangsa, walau tidak mudah,” ujar Pengamat Gadget Lucky Sebastian kepada Gizmologi, Senin (26/7/2021).
Baca Juga: Laptop Merah Putih, Pemerintah Anggarkan Rp17 Triliun
Tantangan Proyek Laptop Merah Putih
Lucky menjelaskan proyek laptop Merah Putih untuk memproduksi gawai elektronik dengan muatan lokal tentu tidak akan mudah. Mengingat saat ini negara-negara maju dan brand-brand terkenal sekalipun, memproduksi unitnya di Tiongkok, untuk mengurangi persaingan harga dan part yang lebih murah.
Berdasarkan data Kemenperin permintaan produk laptop di Indonesia jumlahnya mencapai 3 juta unit per tahun, dengan share market produk impor sebesar 95 persen, serta 5 persen untuk produk laptop dalam negeri. Lucky melihat persaingan Indonesia untuk memproduksi dan memasarkan laptop dalam negeri akan sedikit sulit.
“Apalagi sekarang laptop brand-brand Tiongkok sudah hadir di Indonesia. Huawei sudah lebih dulu dan produknya bagus, kemudian kemarin baru saja Redmi dengan harga murah,” lanjutnya.
Kehadiran proyek Laptop Merah Putih diupayakan untuk memaksimalkan Tingkatan Kandungan Dalam Negeri (TKDN). Termasuk menggandeng perusahaan dan produsen produk TIK lokal melakukan kegiatan Research and Development (R&D), alias riset dan pengembangan untuk menciptakan Laptop Merah Putih, terutama produksi chip yang kini banyak dicari.
“Yang jadi tantangan besar itu kalau saya baca di beritanya, pemerintah ingin kita membuat chipset sendiri. Nah ini berat, karena membuat pabrik shipset ini sangat-sangat mahal dan butuh waktu tahunan baru bisa beroperasi. Makanya tidak banyak di dunia ini walau negara-negara besar sekalipun memiliki pabrik chipset,” ujar Lucky menambahkan.
Dalam perencanaan serta perancangan laptop merah putih ini pemerintah juga bekerja sama dengan Qualcomm. Melalui Transfer of Knowledge dengan diadakannya course dan pelatihan bagi para mahasiswa indonesia yang bertujuan dalam pengembangan chip dengan muatan lokal.
“Besaran anggaran mencapai Rp17 triliun ini jauh dari cukup dan bisa menjadi awal yang baik. Selain untuk mendesain, merakit dan membuat brand dalam negeri termasuk untuk membangun pabrik chipset,” imbuhnya.
Lucky melihat kehadiran laptop Merah Putih, sebagai salah satu proyek ambisius pemerintah yang diharapkan bisa berjalan dengan baik. “Ya, proyek yang bagus untuk Indonesia mulai maju jadi negara Industri, tetapi harus diperhitungkan apa yang bisa dibuat sesuai dananya dan strateginya.”
Anggaran yang dibutuhkan untuk proyek laptop merah putih
Sejauh ini ada enam perusahaan yang siap memasok laptop lokal sebanyak 718.000 unit di tahun ini untuk dibagikan ke sekolah di seluruh Indonesia. Hal ini sejalan dengan program Digitalisasi Sekolah yang digagas kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi untuk mengirimkan 190.000 laptop yang diklaimnya memiliki komponen dalam negeri ke 12.000 sekolah, mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) hingga jenjang sekolah dasar dan menengah atas.
Total anggaran yang dibelanjakan untuk realisasi program ini, mencapai Rp1,3 triliun. Adapun saat ini, lanjut Kemendikbudristek telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp2,4 triliun sebagai dana alokasi khusus pendidikan digital tahun 2021 di tingkat provinsi dan daerah untuk 240 ribu laptop.
Mengingat saat ini pengembangan laptop Merah Putih masih terus dilakukan, di mana ITB, UGM, dan ITS terlibat dalam pembuatan desain dan pengisian software. Rencananya pada 2022 pemerintah akan turut melibatkan beberapa politeknik di Indonesia.
“Memang jika langsung dilepas ke pasaran bebas dalam negeri, kemungkinan diliriknya akan kecil kalau harganya tidak bersaing. Tapi kalau marketingnya menyasar sektor pendidikan ini sangat mungkin, jadi misal paket laptop ini dijual ke sekolah-sekolah dengan harga subsidi, jadi langsung ada pasarnya, karena peserta didik kita banyak. Kemudian bisa menyasar ke pemerintahan sendiri, untuk digunakan ASN, dan institusi-institusi lain, sehingga akhirnya ada jumlah pasar yang cukup untuk terus dikembangkan,” papar Lucky.
from Gizmologi https://ift.tt/3kWNt1y
via IFTTT
0 Komentar