Jakarta, Gizmologi – Selama pandemi, lebih dari separuh anak-anak di kawasan Asia Pasifik telah beradaptasi dengan sistem pembelajaran jarak jauh. Survei Kaspersky menunjukkan, jika anak-anak tak begitu menyukai kelas daring dan lebih memilih pendidikan secara tatap muka.

Dengan kata lain, hampir 1 dari 2 anak Asia lebih suka kelas tatap muka daripada belajar online. 75% anak-anak di Amerika Latin lebih suka belajar tatap muka, diikuti Afrika 73%, begitu juga dengan 58 persen anak di Timur Tengah.

Mayoritas anak (74 persen) di Asia Pasifik tak suka belajar online karena harus menghabiskan waktu di depan layar. Selain itu, 60 persen tak suka belajar online karena sering munculnya masalah teknis.

Bahkan menurut keterangan Kaspersky, 57% siswa mengaku sulit memahami materi saat sekolah online dibandingkan kelas offline. Sementara lebih dari separuhnya mengaku, mereka rindu aktivitas bermain dan mengobrol dengan teman di sela kelas.

Hanya 45% siswa yang menyukai pembelajaran jarak jauh. Adapun alasan anak-anak ingin kembali mengikuti pembelajaran tatap muka di sekolah, lantaran sering terjadinya masalah teknis baik ganggunan sinyal atau gawai yang digunakan.

Baca Juga: Survei Kaspersky: 59% Anak di Asia Pasifik Belajar Lewat HP

Head of Online Chil Safety Department Kaspersky, Andrey Sidenko mengatakan, transisi menuju pembelajaran jarak jauh selama pandemi jadi tantangan nyata bagi anak-anak, orang tua, dan guru.

“Kurikulum pendidikan perlu segera direstrukturisasi agar tidak mempengaruhi pembajaran siswa. Namun karena berbagai keadaan tampaknya belum memungkinkan,” kata Andrey Sidenko.

Lebih lanjut dia juga menyebut, berdasarkan penelitian Kaspersky, satu dari tiap lima keluarga secara global mengatakan, kurikulum sepenuhnya perlu disesuaikan dengan kondisi terbaru.

Pelajaran Jadi Sulit Dipahami saat Kelas Daring

Transformasi Digital Pendidikan
Ilustrasi pemanfaatan gawai untuk aktivitas belajar di sekolah (Foto: Samsung)

Kurikulum pendidikan juga perlu segera direstrukturisasi agar tidak memengaruhi pembelajaran siswa. Sayangnya, karena berbagai keadaan, ini nampaknya belum memungkinkan.

“Berdasarkan penelitian kami, satu dari setiap lima keluarga, secara global, mengatakan bahwa kurikulum sepenuhnya disesuaikan dengan kondisi terbaru. Meski cara online merupakan bentuk pendidikan sekolah paling efektif, menurut kami penting untuk memperkenalkan berbagai elemen digital dan interaktif ke dalam proses pendidikan,” ungkap Andrey Sidenko.

Data Kaspersky menyebut, mata pelajaran paling sulit dipahami oleh anak-anak di kawasan Asia Pasifik selama pembelajaran online adalah eksakta dan ilmu alam. Meliputi pelajaran matematika (48%), kimia (28%), fisika (25%), dan biologi (25%).

Baca Juga: Ini Rekomendasi Tablet untuk Belajar Online Anak di Rumah

Picu Stres dan Kelelahan

Platform API Gift Data Indsoat
Ilustrasi mahasiswa belajar daring(Foto: 123rf/Zubaida-Abdallah)

Tren ini juga hampir sama ditunjukkan pada wilayah lain secara global. Bahkan Mayoritas orang tua (68%) di kawasan Asia Pasifik mengatakan, tidak ingin melanjutkan format pembelajaran daring setelah pandemi.

Ada berbagai alasan yang dikemukakan, yakni karena khawatir anak-anak menghabiskan waktu terlalu lama di depan layar (68%) dan penurunan kualitas pendidikan secara umum (48%). Bahkan Managing Director Asia Pasifik Kaspersky Chris Connell mengatakan, pembelajaran jarak jauh membuat semua orang mengalami rasa stres dan kelelahan, tak terkecuali orang tua, guru dan anak-anak.

“Bahkan orang dewasa sekali pun tidak selalu membuat keputusan yang tepat untuk membantu mempermudah kehidupan anak-anak mereka, karena mereka juga beradaptasi dengan format baru,” katanya.

Ia menyebut, ada kesimpulan dari penelitian, yakni ketika dunia modern menghadapi situasi yang belum dihadapi sebelumnya, pengajar dan edukator harus menguasai keterampilan mengajar terbaru untuk belajar online. Caranya dengan berbagai alat digital dikombinasikan dengan pembalajaran online.



from Gizmologi https://ift.tt/2X8NuFz
via IFTTT