Jakarta, Gizmologi – Selama dua tahun terakhir, terjadi perubahan signifikan di dunia pendidikan. Karena pandemi, pembelajaran yang sebelumnya tatap muka menjadi pembelajaran jarak jauh atau online. Meski sekarang sudah mulai diadakan pembelajaran tatap muka, namun pandemi yang tiba-tiba naik membuat sekolah kembali mengadakan PJJ.
Bahkan setelah nanti pandemi mereda, pembelajaran secara daring dipercaya akan terus dibutuhkan yang digabungkan dengan pembelajaran tatap muka. PJJ membuat para guru dan siswa dipaksa untuk adaptasi dengan teknologi. Nah, berbagai hal seputar edukasi ini menarik minat HP untuk melakukan penelitian lebih jauh.
Beberapa waktu lalu, HP Indonesia memaparkan temuan studi HP New Asian Learning Experience 2021. Program ini merupakan upaya untuk meningkatkan hasil pembelajaran bagi 100 juta orang pada tahun 2025. HP merancang studi ini untuk memahami bagaimana persepsi orang tua milenial di Indonesia terhadap pendidikan saat ini dan keterampilan yang diperlukan untuk menjamin masa depan anak-anak mereka.
Hasil studi ini menyoroti perubahan lanskap dan kebutuhan pendidikan, termasuk bagaimana orang tua mendefinisikan pembelajaran dan pandangan mereka tentang penggunaan teknologi dalam pendidikan. Menurut Fiona Lee, Managing Director, HP Indonesia, sebagai bentuk komitmen terhadap dunia pendidikan di Indonesia, HP telah mendorong hasil pembelajaran yang lebih baik melalui kemitraan dan inisiatif hiperlokal seperti Semangat Guru Virtual Learning Series, yang merupakan hasil kolaborasi bersama Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi.
“Deretan program tersebut menawarkan pengembangan soft skills dalam pengajaran kepada guru. Kami memperkuat komitmen kami melalui studi New Asian Learning Experience di Indonesia untuk memahami perubahan kebutuhan orang tua akan pendidikan anak-anak mereka,” kata Fiona Lee.
HP New Asian Learning Experience 2021
Studi HP New Asian Learning Experience 2021 ini dilakukan di lima kota besar di Indonesia dan menyasar orang tua milenial. Hasil studi menunjukkan bahwa orang tua menekankan pentingnya soft-skill seperti cara berpikir kreatif (94%), pemecahan masalah (92%), dan kemampuan beradaptasi (92%). Temuan ini mewakili pergeseran pola pikir dari indikator pembelajaran yang lebih tradisional seperti nilai dan akademis. Selain itu, sebagian besar orang tua (90%) berpendapat mereka bertanggung jawab untuk memastikan anak cerdas dan berwawasan luas untuk masa depan.
“Melalui studi ini, kami mengetahui bahwa orang tua milenial di Indonesia menginginkan anaknya menerima pendidikan yang komprehensif untuk menjamin masa depan mereka. Orang tua memahami bahwa pendidikan tidak hanya terbatas pada bidang akademis, tetapi juga meliputi alat dan keterampilan yang membentuk pola pikir serta pendekatan mereka untuk mendapat pengetahuan. Orang tua meyakini, semua hal ini dapat menyiapkan anak mereka untuk tempat kerja masa depan,” tambah Fiona.
Secara umum, orang tua mendefinisikan belajar sebagai proses multifaset untuk memperoleh keterampilan dan pengetahuan. Namun, ada kebutuhan bagi anak untuk memahami apa yang mereka hadapi dan bagaimana mereka dapat menerapkannya pada berbagai situasi di kehidupan sehari-hari. Kemampuan anak untuk mengembangkan kecerdasan emosional dan literasi digital juga dianggap penting untuk mempersiapkan mereka lebih baik di masa depan.
Pendekatan blended learning
Studi ini mengungkapkan bahwa orang tua melihat penggunaan teknologi dapat memperluas pembelajaran, dan perangkat digital dianggap paling cocok untuk menumbuhkan kemampuan berpikir logis dan kreatif. Sebanyak 87% orang tua merasa nyaman dengan menggunakan lebih banyak teknologi untuk belajar. Mereka juga merasa sekolah dapat memanfaatkan teknologi dengan lebih baik untuk mengembangkan keterampilan masa depan anak-anak mereka.
Di sisi lain, orang tua percaya bahwa materi cetak merupakan media yang penting untuk pembelajaran taktil dan membantu meningkatkan kreativitas. Materi cetak dinilai bermanfaat untuk mengasah ingatan dan melatih konsentrasi. Sekitar 82% orang tua lebih menyukai pembelajaran taktil atau hands-on, 75% percaya materi cetak juga dapat merangsang atau meningkatkan kreativitas, dan 71% percaya anak mengingat informasi lebih baik ketika belajar dari materi cetak.
Mereka juga memiliki preferensi lebih kuat untuk memanfaatkan materi cetak dan perangkat digital untuk kegiatan yang berkaitan dengan pemecahan masalah, mengembangkan keterampilan interpersonal, dan pemikiran kreatif, sebagai bagian penting dari pendidikan komprehensif.
Sekitar 71% orang tua merasa bersemangat membayangkan anak mereka dapat mengejar passion-nya ketika dewasa. Orang tua menempatkan stabilitas emosional (81%) sebagai hal yang terpenting dan keterampilan interpersonal (93%) sebagai keterampilan yang paling berharga untuk ditanamkan pada anak-anak saat mereka tumbuh dewasa. Sebanyak 7 dari 10 orang tua di Indonesia mengerti tentang perlunya menjamin masa depan anak terhadap zaman yang terus berubah. Di saat bersamaan, mereka tetap khawatir anak-anak mereka tidak memiliki keterampilan, maupun keterampilan sosial dan interpersonal yang diperlukan untuk menghadapi masa depan.
Orang tua ingin sekolah lebih berfokus pada pengembangan keterampilan interpersonal anak dan mendorong pemahaman lebih dalam tentang apa yang diajarkan. Mereka juga yakin bahwa lingkungan yang kompetitif diperlukan anak untuk berprestasi, dan berharap teknologi dapat dimanfaatkan lebih baik untuk kesiapan masa depan.
Secara keseluruhan, orang tua milenial menguraikan keinginan dan aspirasi untuk anak-anak mereka, seiring dengan upayanya memberikan keterampilan, alat, dan cara yang tepat untuk membantu menjamin masa depan anak. Mereka percaya bahwa pendidikan yang komprehensif melalui pendekatan blended learning akan memastikan keberhasilan anak mereka lebih baik, selagi memahami semakin pentingnya peran teknologi dalam pendidikan saat ini.
Infografik
from Gizmologi https://ift.tt/stkivO6
via IFTTT
0 Komentar