Setelah dua tahun lebih banyak digelar secara virtual dan tidak sedikit yang gagal karena pandemi, beberapa kompetisi lari bergengsi kembali digelar secara offline. Di balik antusiasme pelari yang siap berkompetisi, pertanyaannya adalah: apakah jaringan internet di sekitar trek bisa diandalkan?

Tidak bisa dipungkiri, kompetisi lari yang digelar di berbagai daerah merupakan salah satu sport tourism yang efektif dalam memperkenalkan potensi wisata suatu daerah. Tak heran saat ini bukan hanya Jakarta Marathon, Bali Marathon, Jogja Marathon, dan Bandung Marathon yang pamornya mentereng di kalangan pelari, karena sudah ada beberapa daerah yang punya kompetisi larinya sendiri yang mencuri perhatian.

Dari kompetisi-kompetisi lari yang ada, biasanya diikuti oleh ribuan peserta yang datang dari berbagai daerah. Yang teranyar adalah Indonesia International Marathon (IIM) 2022 yang digelar di Sanur, Bali beberapa hari yang lalu, di mana diikuti oleh 3.500 peserta, di mana saya merupakan salah satu pesertanya. Berdasarkan pengalaman saya, ajang tersebut membuat hotel-hotel di sekitar Sanur nyaris tidak ada yang kosong.

Bahkan di hotel tempat saya menginap, saya melihat beberapa peserta yang ternyata menginap di hotel yang sama. Begitu juga ketika mengunjungi tempat wisata atau kulineran, selalu saja bertemu wajah-wajah yang cukup familiar di dunia pelari konten (sebutan bagi orang yang aktif membagikan kegiatan larinya di media sosial-Red). Kondisi ini tentunya bagaikan penyegaran tersendiri bagi industri pariwisata di Bali yang sempat terpuruk karena pandemi.

Selain IIM 2022, setelah pandemi terkendali, beberapa kompetisi lari tampak memberanikan diri hadir secara offline setelah sebelumnya lebih banyak digelar secara virtual. Berdasarkan informasi yang disadur dari berbagai kalender lari, hingga November 2022 ada puluhan jadwal kompetisi lari yang bakal digelar di berbagai daerah, mulai dari Kediri Berlari, Sleman Bangkit, Bali Trail 2022, Mandiri Jogja Marathon 2022, Kubu Raya Menanjak, Borobudur Marathon, Sport [Run] Tourism Banjarmasin, International Pasuruan Bromo Marathon 2022, Tangsel Run 2022, The Mandalika 100, Ijen Trail Running, hingga Komodo 100 Trail Run.

Dengan tingkat kunjungan wisatawan yang tinggi selama musim kompetisi lari berjalan, kesiapan operator telekomunikasi harus bisa menjawab tantangan akan kebutuhan internet yang cepat, stabil, dan merata. Pasalnya, tidak semua peserta kompetisi dalam kondisi benar-benar liburan.

Saya sendiri misalnya, tetap harus bekerja secara remote baik sebelum dan sesudah kompetisi. Bisa dibilang, keikutsertaan saja pada ajang IIM 2022 merupakan Work From Bali (WFB) yang sempat dua kali tertunda karena terbentur Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang pengetatannya seperti tarik-ulur.

photo 6188359133036654880 y

Dari semua kegiatan yang selalu saya lakukan selama di Bali, tampaknya jaringan internet dari Smartfren benar-benar bisa diandalkan. Bukan hanya mendukung WFB saja, saya bisa dengan mudah dan lancar menggunakan aplikasi ojek online hingga melakukan pembayaran dengan QRIS di berbagai tempat kulineran yang saya datangi.

Selain itu, jaringannya juga bisa diandalkan ketika kompetisi berlangsung. Bagi pelari konten seperti saya, internet yang andal merupakan kebutuhan yang tak terelakkan. Sekalipun larinya pelan, yang penting tidak mati gaya karena internetnya kencang.

Kompetisi Lari Butuh Internet Cepat

Apa hubungannya internet dengan aktivitas lari? Jadi begini, rasanya hampir mustahil bagi seorang pelari konten tidak memiliki aplikasi olahraga seperti Strava yang merupakan salah satu paling populer dengan 76 juta pengguna di seluruh dunia.

Bahkan sekalipun sudah memiliki aplikasi dedicated yang terkoneksi dengan perangkat smartwatch yang digunakan, aplikasi standalone seperti Strava tetap wajib diinstal karena sudah menjadi media sosial kedua selain Facebook atau Instagram. Ya, setidaknya itu adalah saya.

Kompetisi lari

Penggunaan aplikasi Strava sangat bergantung pada kecepatan internet agar bisa mencatat performa olahraga secara akurat mulai dari jarak lari, kecepatan, durasi, hingga lokasi. Aplikasi ini sangat berguna bagi mereka yang tidak menggunakan smartwatch yang memiliki fitur build-in GPS.

Sungguh tidak bisa dibayangkan, apa jadinya jika sudah jauh-jauh berlari tapi ternyata tidak tercatat dengan akurat karena sinyal internet yang lambat. Ini adalah sebuah “kerugian” terbesar yang paling ditakuti pelari konten seperti saya, selain tidak bisa mengetahui performa lari untuk evaluasi, juga tidak bisa memamerkan hasilnya di media sosial.

kompetisi lari strava
photo 6188359133036654884 y
kompetisi lari strava

Nah, selain membantu aplikasi bekerja dengan akurat, kecepatan internet yang memadai yang dimiliki Smartfren juga membuat baterai ponsel saya awet. Pasalnya, selama berlari saya selalu menghidupkan tiga aplikasi sekaligus: dua aplikasi olahraga dan satu aplikasi music streaming seperti Spotify.

Apa jadinya jika sinyal internetnya jelek? Tentu saja ponsel saya akan panas dan cepat habis karena selalu mencari sinyal.

Jika terjadi terus-menerus, bukan mustahil saya akan sampai di garis finish dengan kondisi ponsel yang mati dan akhirnya kehilangan catatan lari dari trek yang dilalui. Membayangkannya saja saya bergidik.

Untungnya, koneksi internet Smatfren bisa diandalkan dari awal meninggalkan garis start hingga saya menginjakkan kaki di garis finish. Selain catatan lari berhasil disimpan, tentunya saya bisa mempostingnya dengan lancar di media sosial dan membuat story yang panjang di Instagram, seperti halnya pelari konten lainnya yang mengikuti kompetisi hari itu.

Baca juga: Sekarang Beli Paket Data Smartfren Bisa Lewat Facebook

Pada akhirnya, kekhawatiran saya tidak terbukti. Smartften sudah menjawab pertanyaan di paragraf pertama tulisan ini dengan jangkauan dan kecepatan internetnya yang andal. It’s unlimited bebas worry!



from Gizmologi https://ift.tt/axdzFRj
via IFTTT