Tahun 2020, terjadinya pandemi telah mendorong organisasi di Asia Tenggara untuk mengadopsi model kerja baru yang tidak terpaku pada satu lokasi, berikut teknologi-teknologi pendukungnya. Dalam sekejap, organisasi-organisasi dituntut untuk segera membangun prasarana komunikasi berbasis kanal. Pertemuan tatap muka kini harus dilakukan dari jarak jauh. Mereka juga harus bisa meningkatkan skalabilitas infrastruktur keamanan guna mengatasi beragam ancaman keamanan siber, menyusun cetak biru yang dilengkapi dengan upaya-upaya kekinian guna menjamin kontinuitas bisnis dapat terus berjalan dengan baik sekaligus menerapkan perlindungan bagi karyawan.
Transisi ini tidak saja membawa dampak yang cukup berarti bagi organisasi, namun juga pada karyawan itu sendiri yang kini sudah harus bisa beradaptasi dengan kondisi lingkungan kerja jarak jauh. Begitu pula orang tua, tenaga pendidik, mereka yang bergelut di dunia hiburan, bahkan hingga pimpinan-pimpinan perusahaan.
Diestimasikan akan ada sekitar 50 juta pekerjaan di enam negara ASEAN (Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand, dan Vietnam) yang berpotensi beralih ke lingkungan kerja jarak jauh ke depan[1].
1. Membangun Pola Pikir “Remote-First”
Boleh saja bila suatu ketika dalam satu tim ada yang bekerja dari rumah maupun di kantor. Yang satu bekerja di luar negeri dan yang lainnya langsung mengambil peran di lapangan, bisa saja. Satu hal yang paling penting adalah bagaimana menciptakan kondisi di mana seluruh anggota tim dapat merasakan “experience yang setara sebagai karyawan.”
Dengan pola pikir seperti ini, pimpinan-pimpinan perusahaan perlu memastikan bahwa semua tim dapat merasakan pengalaman yang setara dalam bekerja, terlepas dari mana mereka bekerja. Ini juga berlaku bahkan antar kolega yang kadang duduknya hanya di seberang meja di dalam ruang meeting klien.
Bila pendekatan seperti ini diterapkan pula oleh tim virtual, maka hal ini bisa menghapus adanya bias dalam berkolaborasi. Tidak lagi ada kecenderungan untuk mengabaikan peran karyawan yang bekerja dari jarak jauh. Di sisi lain, mereka juga tak akan merasa tersisihkan.
2. Jadikan Komunikasi Segala Arah Sebagai Aturan, Bukan Pengecualian
Dalam penerapan sistem bekerja jarak jauh, komunikasi segala arah sebetulnya juga merupakan salah satu bentuk komunikasi itu sendiri.
Tim yang bekerja secara virtual perlu menyediakan sarana untuk komunikasi sebagai kompensasi atas tidak bisa terselenggaranya kegiatan komunikasi tatap muka yang biasa terjadi pada pola kerja di kantor, dari sisi ekspresi, observasi, hingga isyarat dalam konteks berkomunikasi.
Untuk mendukung perubahan pola dan kebutuhan kerja ini, mereka perlu menggunakan seluruh kanal komunikasi yang tersedia agar mereka dapat menyampaikan informasi dan menjawab seluruh pertanyaan-pertanyaan dari kolega mereka dengan lebih mendalam. Juga ketika mereka harus menyampaikan informasi terbaru dan dalam menjalin hubungan dengan rekan setim.
Awalnya mungkin agak canggung bagi yang belum terbiasa, namun dengan cara itu justru masing-masing anggota tim bisa saling bertukar informasi sampai di mana pekerjaan mereka, yang dahulu, hal ini dilakukan dengan saling mengunjungi meja atau kubikel rekan setim.
3. Perlunya Selalu Mencatatkan Agenda Kegiatan
Model kerja jarak jauh seperti ini justru menyebabkan terjadinya lonjakan kebutuhan untuk mengadakan rapat, bahkan kadang sering kali rapat terjadi beruntun dan bertubi-tubi. Muncul prioritas kebutuhan untuk melakukan komunikasi segala arah. Tidak mudah memang untuk membiasakan diri membuat ikhtisar, mengatur jadwal meeting, dan apa yang akan dilakukan berikutnya.
Namun dengan diterapkannya pola kerja jarak jauh seperti sekarang, menyusun dan mencatat agenda menjadi sebuah keniscayaan bagi masing-masing karyawan, karena dengan cara demikian kita semua bisa menyinkronkan jadwal dan waktu agar lebih optimal setiap saat.
Penting bagi karyawan untuk selalu menyusun agenda rapat yang simpel melalui dokumen maupun aplikasi manajemen proyek. Orang yang diberi tugas untuk menyusun agenda hendaknya menginformasikan juga kemajuan rapat, kemudian diakhiri dengan menetapkan tugas untuk masing-masing anggota tim. Cara ini memudahkan bagi seluruh tim untuk selalu terinformasikan dengan item-item pekerjaan berikutnya.
4. Tidak Semua Mesti Lewat Panggilan Video
Platform kolaborasi dengan video merupakan pendukung utama dalam kegiatan kerja jarak jauh. Tapi tatkala nanti penggunaan Zoom atau Microsoft Team telah membudaya, akan muncul titik kejenuhan akan penggunaan kamera yang terlalu sering. Pada dasarnya, platform video mampu mendukung sinkronisasi dalam bekerja yang pada akhirnya berimbas positif pada meningkatnya produktivitas.
Salah satu keunggulan dari perusahaan yang terdistribusi adalah bahwa komunikasi yang dilakukan di dalamnya bisa sinkron. Makin kita belajar bagaimana agar selalu sinkron dalam bekerja dengan tim tanpa mengganggu waktu antar satu dengan yang lainnya, maka kita bisa makin mahir mengerjakan banyak pekerjaan dalam satu waktu dan membuat semua tuntas terselesaikan dengan baik.
Tim yang bekerja secara virtual perlu menyusun agenda dengan baik dan menetapkan tugas dari masing-masing anggota tim. Mereka butuh fasilitas panggilan video yang dilengkapi dengan dukungan email atau aplikasi pesan. Pada akhirnya masing-masing anggota tim perlu menyusun panduan komunikasi bersama untuk mengidentifikasi kanal komunikasi mana saja yang sesuai dan tepat untuk digunakan.
5. Kerja dan Kehidupan Pribadi yang Sehat dan Seimbang
Karyawan sudah paham kapan waktunya mereka mulai bekerja dan istirahat ketika mereka bekerja di kantor. Ketika semua bekerja dari jarak jauh seperti sekarang, mereka perlu mengembangkan sendiri aturan dan batasan kapan saatnya mereka harus produktif dan kapan harus istirahat. Bagi sebagian orang ini mudah, karena mereka punya ruangan khusus untuk bekerja yang terpisah. Namun bagi yang lain, ini adalah rutinitas. Bak daftar musik yang siap menunggu kapanpun akan dimainkan.
Makin mereka bisa menempatkan diri sesuai dengan kondisi, maka mereka akan makin pandai memisahkan kapan saatnya berkutat dengan pekerjaan dan kapan harus fokus pada urusan pribadi.
Menurut sebuah studi, bahwa ada 39 persen karyawan yang merasa kurang efektif bila bekerja di kantor, jika dibandingkan dengan kondisi sebelum sekarang, terlebih dengan makin meluasnya penerapan pola kerja work from home (WFH). Penting bagi karyawan untuk menyadari bahwa kehidupan sehari-hari di luar pekerjaan tak kalah pentingnya dengan urusan pekerjaan.
Seiring dengan kebutuhan karyawan agar bisa menyesuaikan diri dengan pola kerja masa depan, organisasi harus mulai membangun fondasi teknologi untuk mendukung kerja jarak jauh. Paling penting adalah membangun pola piker remote-first yang berakar dari kapabilitas suatu teknologi dalam mendukung:
- Lingkungan digital workspace yang menghadirkan sumber daya bagi seluruh tim yang terlibat dalam menuntaskan tugas-tugas dan pekerjaan.
- Jaringan yang fleksibel untuk mendukung pola kerja jarak jauh serta mampu menghadirkan pengalaman berkomunikasi yang responsif, terlepas dari mana mereka bekerja maupun apapun perangkat yang mereka gunakan.
- Sebuah infrastruktur aplikasi yang mendukung penghantaran layanan dengan lebih cepat di manapun.
Pada akhirnya, teknologilah yang mampu mendukung terlaksananya sistem kerja jarak jauh dan mendukung tim dalam berkarya sesuai dengan alur kerja yang mereka terapkan. Kerja dari jarak jauh kini telah membudaya dan menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan manusia. Kita perlu mencari solusi agar sistem kerja seperti itu bisa terlaksana dengan sebaik-baiknya, kini dan nanti.
[1] Remote work: A temporary ‘bug’ becomes a permanent ‘feature’, Deloitte, Juni 2020
from Gizmologi https://ift.tt/3dJyNhG
via IFTTT
0 Komentar