Jakarta, Gizmologi – Pemanfaatan teknologi membuat hampir semua kebutuhan serta komunikasi bisa dilakukan secara digital. Apalagi sejak berlangsungnya pandemi COVID-19, yang membuat semua aspek berpindah secara digital. Selain memudahkan, hal ini juga bisa menjadi pisau bermata dua, bila masyarakat tak berhati-hati dalam memanfaatkannya.
Semakin banyak informasi yang tersedia, juga berasal dari penggunanya sendiri. Nah, yang perlu lebih dijaga adalah bagaimana kita membagikan informasi pribadi dalam beraktivitas digital. Penyedia layanan juga harus mampu berikan rasa percaya (trust) agar masyarakat merasa aman dan terjamin dalam melakukan kegiatannya, bagaimana pun jenis interaksinya.
Baca juga: DATA eHAC Diduga Bocor, Ini Tips Menjaga Keamanan Data Pribadi
Salah satu contoh yang cukup marak ditemui di media sosial adalah hadirnya akun-akun palsu yang hadir seolah akun resmi, demi keperluan menipu. Untuk itu, perlu adanya pemahaman terkait identitas digital yang terverifikasi, menjadi instrument untuk buktikan keabsahan seseorang maupun organisasi di dunia digital.
Peran VIDA & ICSF dalam Bantu Pemerintah Edukasi Perlindungan Data
Terutama pada kondisi yang serba terbatas saat ini, di mana kegiatan tatap muka lebih minim. Untuk itu, PT Indonesia Digital Identity (VIDA) berkolaborasi dengan Indonesia Cyber Security Forum (ICSF) untuk adakan pelatihan media berisi edukasi dan sosialisasi terkait pemahaman akan identitas digital, perlindungan data pribadi dan keamanan siber.
Poin-poin penting tersebut memang cukup krusial dan harus diperhatikan secara matang, sehingga perlu campur tangan dari industri teknologi dan pemerintah untuk beri solusi perlindungan dan keamanan mumpuni. Ardi Sutedja, ketua dan pendiri ICSF mengatakan bila tujuan pelatihan tersebut sejalan dengan pernyataan sebelumnya.
“Di tengah situasi pandemi COVID-19 saat ini, ketergantungan masyarakat terhadap kegiatan di ranah digital semakin tinggi. Dengan begitu, ekspektasi publik terhadap rasa aman di ranah siber pun menjadi semakin tinggi. Di sinilah peran kami membantu masyarakat agar lebih peka terhadap perlindungan identitas digital mereka,” jelas Ardi dalam sebuah sesi virtual Jumat (3/9) lalu.
Banyaknya kebocoran data sering kali terjadi akibat kurangnya pemahaman terkait perlindungan data dan privasi. Juga beberapa faktor lain seperti tak adanya enkripsi data, lemahnya sistem proteksi atas perangkat yang digunakan untuk simpan data, dan absennya pihak ketiga yang bisa bantu tangani kebocoran data.
Solusi VIDA Untuk Jawab Tantangan Keamanan Siber
Penting untuk membangun kepercayaan terhadap ekosidtem digital (digital trust) demi jamin keberlangsungan interaksi masyarakat dengan teknologi. VIDA hadir sebagai salah satu perusahaan Penyelenggara Sertifikat Elektronik (PSrE), berinduk di bawah Kominfo dan mampu bantu tingkatkan perlindungan data pribadi serta keamanan siber.
Beragam solusi yang ditawarkan seperti manajemen akses, verifikasi dan otentikasi identitas, serta tanda tangan elektronik tersertifikasi hadir sebagai jawaban dari tantangan keamanan siber masa kini. Sudah bersertifikasi global WebTrust sebagai standar keamanan internet.
Sati Rasuanto, CEO PT Indonesia Digital Identity (VIDA) menambahkan, “tanda tangan elektronik VIDA juga menjadi satu-satunya yang dikenali di lebih dari 40 negara, karena VIDA adalah PSrE pertama dari Indonesia yang masuk di dalam Adobe Approved Trust List (AATL).”
Hadir dalam kesempatan yang sama, Novel Ariyadi, direktur Ciber Security BDO Indonesia dan salah satu penemu ICSF, menambahkan bila pihaknya telah memiliki tata kelola sertifikat elektronik berbasis infrastruktur kunci public (public key infrastructure). Menjadi dasar identitas digital yang berlaku di Indonesia.
“Meski begitu, kita masih harus mengimbanginya dengan undang-undang yang melindungi perlindungan data pribadi dan keamanan siber. Sehingga keamanan negara dan masyarakat di dunia siber dapat lebih terjamin,” tutup Novel.
from Gizmologi https://ift.tt/2WQiHNL
via IFTTT
0 Komentar