Jakarta, Gizmologi – Sebagian besar nila aset cryptocurrency mengalami penurunan tajam ke level terendahnya. Bahkan Bitcoin dilaporan mengalami penyusutan hingga 8% dalam kurun waktu 24 jam terakhir, menjadi US$ 54.000 atau sekitar Rp776 juta per keping.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Coinmarket, penurunan ini membawa aset Cryptocurrency terbesar itu masuk ke level terendah sejak awal Oktober. Dibandingkan titik harga tertingginya di kisaran US$ 69.000 atau sekitar Rp992 juta yang dicapai pada November 2021.
Tidak hanya Bitcoin saja yang anjlok, akan tetapi mata uang digital lainnya mengalami nasib serupa, seperti Ethereum, turun lebih dari 10% menjadi US$ 4.059 atau sekitar Rp57,5 juta. Lalu diikuti oleh XRP, tersungkur 9,9% menjadi di bawah 95 cents (Rp 13.500).
Varian Baru COVID-19
Diketahui penyebab turunnya harga kripto kali ini disinyalir berhubungan dengan kemunculan varian baru Covid-19 di Afrika Selatan. Jenis terbaru COVID ini, dikenal dengan nama virus corona B.1.1.529.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bahkan memprediksi virus baru ini mengandung lebih dari 30 jenis mutasi. Selain Afrika Selatan, juga teridentifikasi di Botswana dan Hong Kong, di mana disebutkan bisa lebih mudah menular.
“Investor berupaya mengurangi exposure mereka terhadap ketidakpastian terkait efek varian baru Covid terhadap ekonomi dan pasar keuangan,” ujar Farah Mourad, senior market analyst di XTB Crypto.
Alhasil pasar global tenggelam, dengan saham Eropa ditetapkan memasuki sesi terburuk mereka dalam lebih dari satu tahun. Benchmark ekuitas Amerika Serikat (AS) juga menjadi lebih rendah pada awal perdagangannya.
Para analis mengutip sejumlah hambatan lain, termasuk persyaratan pelaporan pajak AS untuk mata uang digital, pengetatan peraturan China yang semakin intensif dan pandangan India pada RUU baru, yang dapat mengarah kepada sebagian besar Cryptocurrency swasta.
“Ini bisa berdampak, menghasilkan fluktuasi seperti saat China melarang kripto,” imbuh Mourad.
from Gizmologi https://ift.tt/319Wuwp
via IFTTT
0 Komentar