Jakarta, Gizmologi – Kasus penipuan Binary Option ramai diperbincangan publik, beberapa korban di antaranya telah melaporkan kasus ini ke polisi. Para korban binary option juga membuat kanal grup di Telegram untuk saling berkoordinasi, lantaran merasa ditipu oleh influencer dan afiliator seperti Indra Kenz maupun Doni Salmanan.

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda, melihat fenomena ini terjadi lantaran masyarakat yang tergiur untuk memiliki uang banyak dengan cara yang instan. Terlebih promosi aplikasi trading ilegal yang memperlihatkan para influencer mendapat keuntungan dari investasi.

“Ada dua sisi kenapa masyarakat kita mencoba-coba jenis investasi yang tidak sedikit ternyata ilegal. Sisi pertama dari sisi masyarakatnya yang ingin mendapatkan keuntungan secara kilat namun tidak memiliki literasi digital dan keuangan yang kuat,” kata Naiful dalam keterangannya.

Korban Binary Option Minim Literasi Keuangan Digital

Korban Binary Option perlu memahami literasi keuangan digital
ilustrasi pinjaman keuangan (accounting.binus.ac.id)

Dia menjelaskan, masyarakat yang memiliki literasi keuangan dan digital yang rendah ini menjadi sasaran empuk dari penjaja investasi bodong. Tercatat, indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia saat ini baru sebesar 38,03% dan indeks literasi digital Indonesia berada di level 3,49 pada 2021.

“Literasi digital kita terhitung masih buruk yang dapat dilihat dari semakin maraknya kasus pencurian data digital hingga penipuan online. Literasi keuangan juga masih sangat rendah,” ujarnya.

Bahkan, jika dibandingkan dengan negara-negara lainnya di kawasan indeks literasi keuangan dan digital masyarakat Indonesia masih jauh lebih rendah.

Baca Juga: Waspada! Ini Tips Mengenali Modus Platform Robot Trading Forex

“Financial knowledge masyarakat Indonesia masih rendah dibandingkan dengan negara tetangga. Dari sini kita sudah bisa melihat bahwa masyarakat Indonesia merupakan sasaran empuk para penipu berkedok investasi, baik yang berasal dari luar maupun dalam negeri,” ucapnya.

Di sisi lain, ia juga melihat kasus ini bukan hanya salah dari influencer atau afiliator semata dan pihak influencer tidak bisa disalahkan begitu saja. Hal ini terjadi lantaran masih minimnya pengawasan pemerintah, terlebih memang saat ini tidak ada regulasi yang mengatur perihal influencer atau seseorang yang mempromosikan aplikasi trading ilegal.

“Selain itu, aturan seseorang menyebarkan berita bohong ataupun platform yang terindikasi penipuan di internet belum kuat. Para penipu berani menyewa influencer untuk mengiklankan platform penipu itu,” pungkasnya.



from Gizmologi https://ift.tt/CeFkH2U
via IFTTT