Jakarta, Gizmologi – Ekosistem aset kripto di Indonesia memasuki babak baru dengan pemberlakukan pajak mulai 1 Mei 2022. Pajak kripto ini semakin membuktikan bahwa ekosistem ini tidak lagi dipandang sebelah mata. Pemerintah pun “hijau matanya” melihat besarnya nilai transaksi dan juga pengguna aset kripto di Indonesia, meski di sisi lain ada upaya untuk menghambatnya.

Pada Januari yang lalu, Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga mengungkapkan bahwa transaksi aset kripto di Indonesia pada tahun 2021 mencapai Rp859 triliun. Politisi Partai Golkar tersebut mengungkapkan pertumbuhan dan perkembangan aset kripto yang luar biasa di Indonesia.

Hingga Desember 2021 lalu, pelanggan aktif di kripto di Indonesia sebanyak 11,2 juta pelaku. Bandingkan dengan jumlah investor pasar modal yang “hanya” mencapai 7,49 juta per akhir 2021. Dengan potensi yang besar, Kemendag melalui Bappebti pun berencana membuat bursa kripto. Namun terkendala sejumlah ganjalan yang membuatnya diundur sampai dua kali.

Jerry berdalih, mundurnya peluncuran bursa kripto Indonesia merupakan salah satu bentuk kehati-hatian dan ketelitian pemerintah untuk melindungi masyarakat sebagai konsumen aset blockchain tersebut. Meski sejumlah pengamat menilai, salah satu faktor mundurnya peluncuran bursa kripto adalah terjadinya gesekan dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang memang terlihat kurang menyukai aset kripto.
Baca juga: Peluncuran Bursa Kripto Indonesia Diundur, Wamendag: Perlu Kehati-hatian

Di sisi lain, Kementerian Keuangan gerak cepat untuk meraup lebih banyak pemasukan negara dari sektor pajak. Setelah menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) dari 10% menjadi 11%, kini mereka membidik pajak kripto.
Regulasi mengenai pajak kripto tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68/PMK.03/2022 yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan, Sri Mulyani, pada 30 Maret 2022 dan resmi berlaku pada 1 Mei 2022.

Alasan Pemerintah berlakukan aturan pajak kripto

Sri Mulyani
Menkeu Sri Mulyani (Foto: Humas Setkab)

Pemerintah Indonesia memandang nilai transaksi aset kripto menimbulkan potensi ekonomi. Dan tentu saja, hal tersebut bisa berdampak pada potensi penerimaan negara dari sektor perpajakan yang signifikan. Sebagaimana disinggung di atas, industri aset kripto mengalami pertumbuhan yang eksponensial dalam beberapa tahun belakangan ini. Pada tahun 2021, industri aset kripto menghasilkan transaksi perdagangan bernilai setidaknya Rp 2,35 triliun per hari, atau Rp 859,4 triliun per tahun.

Dari sisi jumlah investor aset kripto pun juga melonjak dari 4 juta investor di akhir tahun 2020, melonjak menjadi 11,2 juta investor di 2021. Pertumbuhan terus berlangsung, sejak Januari hingga Februari 2022, total nilai transaksi aset kripto sebesar Rp 83,88 triliun, dengan peningkatan investor menjadi 12,4 juta.

PMK No. 68/PMK.03/2022 tentang Peraturan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto keluar dengan prinsip keadilan. Bahwa pajak tidak hanya atas barang kebutuhan umum masyarakat, namun juga menjangkau barang digital yang ditransaksikan investor.

Aset kripto diatur sebagai barang komoditi yang dapat diperdagangkan di bursa berjangka sesuai aturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, aset kripto diatur bukan sebagai mata uang atau surat berharga, tetapi sebagai barang atau komoditas berupa hak dan kepentingan lainnya yang berbentuk digital. Sehingga regulasi memandangnya sebagai Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan perlu mengatur ketentuan tentang PPN dan PPh.

Sebelumnya, perdagangan aset kripto di Indonesia juga telah diregulasi dan diawasi oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan sejak 2019. Kripto tergolong aset komoditi seperti tertera dalam Peraturan Bappebti No.7/2020 tentang Penetapan Daftar Aset Kripto yang dapat Diperdagangkan di Pasar Fisik Aset Kripto.

Skema Pajak Kripto

NOBI Aplikasi Kripto All-in-OnePerdagangan aset kripto di Indonesia mulai dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) yang berlaku mulai 1 Mei 2022. Disebutkan bahwa aset kripto yang berkembang luas dan menjadi komoditas perdagangan merupakan objek PPN. Hal tersebut sejalan dengan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8/1983 yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

PMK 68 menyatakan bahwa penghasilan dari perdagangan aset kripto merupakan tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang menjadi objek pajak penghasilan. Selain itu, beleid ini untuk memberikan kepastian hukum, kesederhanaan, dan kemudahan administrasi pemungutan, penyetoran, dan pelaporan pajak atas perdagangan aset kripto.

Pengenaan PPN berlaku untuk penyerahan aset kripto oleh penjual di dalam daerah pabean dan/atau kepada pembeli aset kripto di dalam daerah pabean. Kementerian Keuangan juga mengenakan PPN untuk transaksi kripto terhadap barang atau jasa lainnya, seperti untuk pembelian non fungible tokens (NFT).

Penyerahan aset kripto sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu jual beli aset kripto dengan mata uang fiat, tukar menukar aset kripto dengan aset kripto lainnya [swap], dan/atau tukar menukar aset kripto dengan barang selain kripto dan/atau jasa.

Intinya, PMK 68 mengatur bahwa pengenaan PPN berlaku atas 3 hal: transaksi jual-beli aset kripto oleh pedagang, jasa penyediaan sarana elektronik untuk transaksi perdagangan aset kripto (exchange), serta jasa verifikasi transaksi aset kripto dan/atau jasa manajemen kelompok penambang aset kripto (mining pool).

Untuk transaksi jual-beli, tarif PPN yang dikenakan ialah 0,11% dari nilai transaksi kripto. Sementara itu, para penjual aset kripto atau exchanger dikenai PPh 22 final dengan tarif 0,1% dari nilai transaksi.

Nah, untuk pedagang yang tak terdaftar di Bappebti, maka tarif pajak kripto yang dipungut berbeda. Pemerintah mengenakan tarif  dua kali lipat dari pedagang yang berlisensi atau berarti 0,22% untuk PPN dan 0,2% sebagai PPh.

Selanjutnya, jasa penyedia sarana elektronik untuk memfasilitasi transaksi aset kripto (jasa exchange dan dompet elektronik) merupakan jasa kena pajak dan dikenai mekanisme umum PPN. Penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) akan bertugas memungut, menyetor, dan melaporkan PPN terutang atas penyerahan aset kripto. PMSE merupakan penyelenggara yang melakukan kegiatan pelayanan untuk memfasilitasi transaksi aset kripto, termasuk perusahaan dompet elektronik (e-wallet).

Kemudian, jasa mining aset kripto merupakan jasa kena pajak kripto yang dipungut PPN dengan besaran tertentu sebesar 10% dari tarif PPN atau 1,1% terhadap nilai uang atas aset kripto yang diterima penambang.

Penetapan pajak transaksi di Tokocrypto, Indodax, Luno, Pintu, dll

ilustrasi robot tradingSejumlah bursa kripto yang terdaftar di Bappebti langsung menerapkan pajak atas transaksi aset kripto. Seperti Tokocrypto yang menegaskan mematuhi aturan pengenaan pajak transaksi aset kripto. Mulai 1 Mei 2022, seluruh transaksi di platform Tokocrypto akan dikenakan penambahan tarif PPN 0,11% dan PPh 0,1%.

Dikarenakan aturan masih baru, tarif PPN dan PPh sebesar 0,21% untuk sementara waktu akan diintegrasikan sebagai bagian dari trading fee. Sehingga biaya trading fee Tokocrypto akan menyesuaikan menjadi 0,31%, dengan rincian: Trading fee 0,1% ditambah PPN-PPh sebesar 0,21%.

Hal sama dilakukan oleh Indodax yang memiliki kewajiban untuk memungut PPn dan PPh bagi setiap investor yang melakukan transaksi jual beli di platformnya. Meski sebagai pedagang aset kripto yang patuh pajak, Indodax akan mematuhi peraturan yang ada, mereka berharap persentase tarif pajak ini bisa diturunkan seiring berjalannya waktu sehingga fee bisa lebih murah.

Terkait penetapan pajak kripto tersebut, Indodax menaikan trading fee untuk Taker dari semula 0.3% menjadi 0.51%. Sedangkan trading fee untuk Maker, fee tetap 0%. Saat ini Indodax belum membedakan fee dan besaran pajak antara customer Buyer dan Seller sesuai dengan yang tertuang di PMK68. Namun perusahaan akan melakukan pemotongan dan penyetoran sesuai dengan mekanisme PMK68.

Selanjutnya untuk Luno, pemotongan pajak atas transaksi aset kripto akan dibebankan di dalam biaya admin sebesar 1.1%. Besaran biaya tersebut sudah mencakup potongan pajak yang harus dibayarkan (berlaku untuk transaksi jual dan beli) serta biaya admin fitur Dompet di aplikasi Luno.

Begitu pun di Pintu, semua transaksi jual-beli sudah memenuhi persyaratan perpajakan kripto di Indonesia. Dalam hal ini, semua pajak crypto akan dihitung, dipungut, dan disetorkan ke pemerintah oleh Pintu mulai tanggal 1 Mei 2022. Namun sayangnya, tidak diinformasi secara rinci seperti apa mekanismenya.

Seiring berjalan waktu penerapan, penyedia layanan bursa kripto akan menyediakan laporan atas transaksi yang pengguna lakukan dan potongan pajak diterima secara berkala yang bisa diakses melalui website masing-masing.

Pro kontra dari pelaku aset kripto

Teguh Kurnia Hamanda Tokocrypto
Teguh Kurniawan Harmanda, Ketua Umum Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo) sekaligus Chief Operating Officer (COO) Tokocrypto

Terkait penetapan pemungutan pajak ini, CEO Indodax Oscar Darmawan mengatakan, pengenaan pajak ini secara umum menimbulkan sisi positif khususnya terkait posisi kripto sebagai suatu komoditas digital di Indonesia.

“Sebelumnya, kripto sudah diakui sebagai komoditas lewat peraturan dari Kementerian Perdagangan dan diregulasi oleh lembaga bernama Bappebti. Sisi positif dengan adanya pengenaan pajak pada kripto, saya rasa akan menambah legalitas kripto sebagai komoditas digital yang diakui dan sah diperjualbelikan di mata hukum,” kata Oscar Darmawan.

Meskipun pengenaan pajak ini menimbulkan sisi positif, namun tentu muncul pro dan kontra di komunitas kripto dalam negeri. Ia berharap bahwa persentase tarif pajak kripto  bisa diturunkan seiring berjalannya waktu sehingga fee nya bisa lebih murah.

“Peraturan mengenai pajak ini kan baru akan launching pertama kalinya pada tanggal 1 Mei. Sambil kita melihat perkembangan konsumen kripto dalam negeri seperti apa. Namun saya berharap seiring berjalannya waktu tarif pajak nya bisa lebih murah,” katanya.

Dia menambahkan, jangan sampai geliat investasi kripto dalam negeri menjadi lesu. Hal Ini tentu sangat amat disayangkan mengingat Tingginya tren investasi kripto memberikan peluang besar bagi pertumbuhan ekonomi digital Indonesia. “Ini juga terjadi agar industri dalam negeri tidak kalah saing dengan industri kripto luar negeri,” kata Oscar.

Namun di sisi lain, Oscar juga menilai baik langkah cepat dari pemerintah yang mengeluarkan peraturan PMK sehingga ada kepastian hukum mengenai kepemilikan aset kripto.  “Dengan adanya PMK ini, saya kira ini merupakan sinyal dari pemerintah agar kita para trader aset kripto harus tertib pajak mulai sekarang apalagi pihak pemerintah sudah memberikan insentif pajak seperti ini,” ujar Oscar.

Hal senada diungkapkan oleh Teguh Kurnia Hamanda, Ketua Umum Aspakrindo & COO Tokocrypto yang mengapresiasi atas penerapan aturan PMK pajak kripto yang mulai berlaku pada tanggal 1 Mei 2022. “Besar harapan kami, selama penerapan di masa awal nanti, DJP bisa kembali meninjau aturan PMK 68 dengan memasukan usulan dari asosiasi dan pedagang aset kripto, agar pemungutan pajak tetap optimal dan menguntungkan semua pihak,” ujarnya.

Sebelumnya, Aspakrindo sudah bertemu dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu untuk membicarakan hal teknis terkait pemungutan pajak transaksi aset kripto. Dalam pertemuan tersebut, Aspakrindo mengapresiasi hadirnya DJP dalam ekosistem aset kripto di Indonesia. “Hal ini menjadi legitimasi bagi aset kripto menjadi bagian dalam kelas aset baru di Indonesia,” kata Teguh.

Kepastian hukum dan perpajakan membuat rasa nyaman dan aman bagi para investor untuk merealisasikan keuntungannya. DJP sangat koperatif dengan masukan dari asosiasi dan sejumlah pedagang aset kripto di Indonesia.

Di sisi lain, ada yang perlu dikritisi dari PMK 68 karena masih memiliki paradigma regulasi pasar saham di mana terdapat perbedaan fundamental dengan transaksi pasar kripto. Dalam aturan PMK 68 ini juga belum dijelaskan untuk pajak pemberian hadiah, seperti campaign rewards dan air drops.

Perdagangan aset kripto mirip dengan karakter perdagangan foreign exchange atau forex. Transaksi aset kripto bisa berpindah antar aset serupa, serta multiexchange. Dengan karakter transaksi tersebut, sebenarnya paling realistis pengenaan pajak kripto, khususnya PPN berlaku sewaktu para pemain dan investor melakukan withdraw, bukan hampir seluruh proses transaksi.

Munculnya regulasi baru, pasti akan berpotensi menimbulkan risiko. Pertumbuhan industri aset kripto yang meningkat secara eksponensial terancam melambat. Karena pengenaan pajak bisa menambah beban bagi investor, baik baru maupun lama, serta pelaku industri. Sebagaimana disinggung di atas oleh Oscar Darmawan.

Berkaca dari situasi yang terjadi di India, di mana menurut laporan perusahaan riset, Crebaco, menyebutkan volume perdagangan aset kripto di India menurun pasca pemberlakuan pajak 30%. Meski, tarif pajak yang dibebankan jauh lebih rendah di Indonesia, bukan tak mungkin hal sama bisa terjadi.



from Gizmologi https://ift.tt/pFESmgy
via IFTTT