Jakarta, Gizmologi – Bank Indonesia (BI) menegaskan bahwa digitalisasi merupakan salah satu kunci masa depan ekonomi Indonesia. Hal itu akan membuka kesempatan-kesempatan baru untuk pelaku bisnis menyusul ledakan penggunaan kanal-kanal digital selama pandemi.

Hal itu disampaikan Gubernur BI Perry Warjiyo pada acara Indonesia-Singapore Business Forum 2022. Ia menyebut bahwa digitalisasi berkembang amat cepat di Indonesia saat ini, yang tercermin dari implementasi pembayaran secara digital dan menjadi salah satu dari enam agenda prioritas jalur keuangan pada Presidensi Indonesia di G20 2022 pada Juli mendatang.

“Kami ingin membawa digitalisasi Indonesia ke ASEAN, lalu ke ranah global, pada G20 di Indonesia,” kata Perry dalam siaran pers, Jumat (17/6).

Perry menyebut, Indonesia dan negara-negara lain di ASEAN saat ini tengah bersiap mengembangkan inisiatif sistem pembayaran lintas batas negara. Hal ini juga diharapkan dapat mendorong Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) untuk bisa go international.

Terlebih, saat ini telah ada 18 juta Usaha UMKM yang telah terdigitalisasi di Indonesia. “18 juta adalah angka yang besar, tapi sebetulnya kecil, karena kami memiliki 65 juta UMKM yang perlu dihubungkan (secara digital),” ungkap dia.

Menurut penelitian yang dilakukan Bain & Company dan Facebook, 8 dari 10 konsumen di Asia Tenggara kini telah beralih ke digital. Jumlah konsumen digital baru dalam kurun waktu setahun di Filipina, Singapura, Malaysia, Indonesia, Thailand, dan Vietnam, setara dengan seluruh populasi Inggris.

Omnichannel untuk Ekonomi Digital Indonesia

omnichannel

Dalam kesempatan yang sama, CEO dan co-founder Blibli, Kusumo Martanto, mengatakan para konsumen di Indonesia menggunakan platform e-commerce untuk membeli kebutuhan sehari-hari baik dari UMKM maupun perusahaan-perusahaan besar selama pandemi COVID-19.

“Selama pandemi, bagaimana orang-orang mendapatkan sanitizer, masker, obat-obatan—di situlah kami memainkan peran besar,” ujarnya.

Kusumo menjelaskan, selama pandemi, UMKM yang beralih ke kanal online memang bisa lebih bertahan. Berdasarkan penelitian tahun 2021 yang dilakukan oleh Blibli dengan Boston Consulting Group dan Kompas, UMKM yang online bisa memiliki pendapatan 1,1 kali lebih tinggi dari UMKM yang hanya beroperasi offline.

Sementara UMKM yang online juga 2,1 kali lebih mungkin untuk menjual berbagai produk dalam skala nasional dan 4,6 kali lebih mungkin untuk mengekspor produknya ke luar negeri. Tapi, di era pasca pandemi, beralih ke online saja tidak cukup untuk peritel.

Berdasarkan studi Sirclo, 74,5% konsumen masih berbelanja baik offline dan online selama pandemi. “Belanja omnichannel telah menjadi norma yang baru. Kita harus bisa siap untuk memberikan layanan omnichannel yang cepat dan tanpa cela,” kata Kusumo.



from Gizmologi https://ift.tt/I2HLyR9
via IFTTT