Jakarta, Gizmologi – Pada (29/12/2023), Indonesia Fintech Society (IFSoc) menyambut positif momentum perkembangan industri fintech dan ekonomi digital selama tahun 2023 dalam acara webinar Catatan Akhir Tahun. IFSoc memberikan catatan akhir tahun yang dimana bisa dikembangkan lagi atau diselesaikan oleh pelaku industri.

Ketua IFSoc, Rudiantara menyoroti implementasi Undang-Undang Perlindungan Sistem Keuangan (UU PSSK), yang membawa sejumlah perubahan signifikan di sektor keuangan. Seperti pembentukan Bursa Kripto, Bursa Karbon, Dua Kepala Eksekutif OJK, dan peta jalan pengembangan pinjaman daring (pindar).

“Di tahun 2023 ini kita telah melihat implementasi UU PSSK dalam berbagai kebijakan di sektor keuangan, IFSoc mencatat UU PPSK perlu menjadi titik landas terwujudnya harmonisasi regulasi lintas lembaga di sektor keuangan digital,” ujar Rudiantara dalam webinar Zoom.

Baca Juga: Berkembang Jadi Perusahaan Fintech Pembayaran, DOKU Mulai Garap Pasar Mancanegara

Rudiantara turut menyampaikan ada tujuh catatan yang perlu menjadi perhatian dalam perkembangan fintech dan ekonomi digital selama tahun 2023. Catatan ini bisa juga menjadi tren di 2024 ini.

Catatan Akhir Tahun di Industri Fintech Menurut IFSoc

Catatan akhir tahun IFSoc
Catatan akhir tahun IFSoc

Pertama, IFSoc membahas mengenai kepastian hukum Pelindungan Data Pribadi (PDP) yang menyisakan waktu kurang dari 11 bulan. IFSoc menyoroti adanya kemajuan PDP di Indonesia dengan munculnya Rancangan Peraturan Presiden (RPP) PDP sebagai turunan UU PDP.

Di sisi lain, serangkaian peristiwa kebocoran data masih terjadi selama 2023. Menteri Kominfo 2014-2019 ini pun menyampaikan topik PDP menjadi urgensi pembahasan karena waktu transisi 2 tahun sejak pertama kali UU PDP diundangkan pada 17 Oktober 2022 menyisakan waktu kurang dari 11 bulan lagi.

Rudiantara menegaskan perlu disegerakannya penetapan Lembaga Penyelenggara PDP atas amanat Pasal 58 UU PDP. Sementara itu, dalam konteks implementasi PDP di perusahaan, Rudiantara mencatat adanya keterbatasan jumlah tenaga ahli Data Privacy Officer (DPO) saat ini, yang menjadi perhatian krusial dalam memastikan keberhasilan implementasi PDP di sektor industri.

“Lembaga (Penyelenggara PDP) ini merupakan hulu dari semua aktivitas merencanakan, membuat kebijakan, mengawasi dan membantu (penegakan) hukum. Penyediaan talenta DPO dimulai dari dari pembuatan standarisasi dan kebijakan sertifikasi yang harus dilakukan oleh Lembaga Penyelenggara PDP untuk memastikan ketersediaan kebutuhan yang mencapai 150.000 sampai 170.000 talenta DPO dalam waktu 3 tahun,” ungkap Rudiantara.

Catatan kedua membahas mengenai kemungkinan bada startup (tech winter). IFSoc mencatat bahwa tech winter masih terjadi di tahun 2023. Data riset menunjukkan tren pendanaan tekfin di paruh pertama 2023 sebesar USD 25 Juta.

Angka tersebut turun signifikan dibandingkan dengan paruh pertama 2022 yang berada di angka USD 1 Miliar. Anggota Steering Committee IFSoc, Eddi Danusaputro menerangkan ekspektasi investor telah memprioritaskan profitabilitas dan perusahaan rintisan diharapkan dapat menyesuaikan model bisnisnya. Kemungkinan badai perusahaan rintisan masih akan berlanjut di tahun 2024 yang didorong oleh ketegangan geopolitik global, kenaikan suku bunga, dan tahun politik.

Eddi yang merupakan ketua Amvesindo juga menjelaskan investor akan semakin wait-and-see di tengah kondisi ekonomi dan politik yang penuh ketidakpastian di tahun 2024 ini. Menurutnya di kasus ini, pemerintah perlu andil memberikan affirmative policy melalui adanya alternatif pembiayaan dan pemberian lapangan pekerjaan yang lebih luas bagi talenta digital.

Kapitalisasi Pasar
Ilustrasi aset kripto (Foto: Executium/unsplash)

Berlanjut ke catatan yang ketiga ialah membahas kripto. IFSoc mengatakan bursa Kripto sebagai titik ekuilibrium baru perdagangan kripto di Indonesia. Kemunculan Bursa Kripto di 2023 menandakan awal adanya harmonisasi pasar menjadi lebih teregulasi dan langkah konkret melindungi investor.

IFSoc melihat transisi peralihan dari Bappebti ke OJK perlu dilakukan dengan hati-hati tanpa mengganggu perdagangan yang saat ini sedang berjalan. Anggota Steering Committee IFSoc, Andreas Maryoto menambahkan isu governance harus menjadi perhatian penting untuk mencegah terjadinya kejahatan keuangan seperti pencucian uang, pendanaan terorisme, atau penipuan. Adanya Bursa Kripto juga perlu menarik minat investasi di pasar dalam negeri.

“Bursa Kripto menjadi babak baru kemajuan industri kripto, tapi dalam implementasinya perlu mengedepankan governance dan perlindungan terhadap investor. Bursa Kripto harus bisa memberikan edukasi kepada investor sekaligus mendorong investasi di platform lokal,” tutur Maryoto.

Lalu catatan yang keempat ialah mengenai langkah optimalisasi peningkatan adopsi QRIS. IFSoc mencatat inisiatif QRIS antarnegara dan MDR menjadi isu di tahun 2023. Penetrasi QRIS Antarnegara telah mencapai Singapura dan Malaysia dari yang sebelumnya di Thailand saja pada tahun 2022.

IFSoc mencatat perluasan jangkauan QRIS Antarnegara perlu dibarengi dengan optimalisasi awareness dengan penempatan materi sosialisasi di tempat ramai wisatawan mancanegara seperti bandara, transportasi umum, hingga kuliner melalui kerja sama dengan Kemenparekraf. Anggota Steering Committee IFSoc, Dyah N.K Makhijani menjelaskan kaitan QRIS dengan UMKM dalam dua hal.

Yang pertama, QRIS Antarnegara dapat membantu pertumbuhan industri pariwisata UMKM dengan adanya penempatan QRIS Antarnegara di negara dengan jumlah wisman terbanyak yang berlibur ke Indonesia, seperti dari Tiongkok, India, dan Korea Selatan. Dan yang kedua, Dyah menjelaskan, UMKM sekaligus masyarakat perlu diberikan sosialisasi yang masif tentang MDR 0,3% untuk UMKM mikro sehingga menghindari misinterpretasi yang belakangan sering muncul. Sosialisasi ini bisa dilakukan dengan menggandeng Kemenkop UMKM.

Kelima, peran krusial pindar (pinjol) sebagai alternatif dari pendanaan konvensional. Upaya perbaikan kepercayaan masyarakat terhadap fintech lending terus dilakukan oleh OJK, termasuk pemberantasan entitas ilegal yang meningkat 133% sejak tahun lalu dan penerbitan Peta Jalan Industri Fintech Lending 2023-2028. Anggota Steering Committee IFSoc, Hendri Saparini menyatakan Peta Jalan yang baru diluncurkan menjadi langkah yang tepat untuk memberikan kejelasan arah pengembangan industri sekaligus disertai dengan sinergi dengan industri.

Hendri menambahkan perlu adanya upaya memposisikan fintech lending sebagai penyedia pembiayaan alternatif bagi kelompok underbank dan unbanked. Pendekatan regulasi yang proporsional diperlukan agar dapat mengakomodasi kebutuhan segmen kelompok tersebut.

“Fintech lending itu jenis pembiayaannya tidak menggunakan agunan atau unsecured lending. Karakter ini berbeda dengan LJK lainnya sehingga perlu menggunakan pendekatan regulasi yang berbeda dan juga proporsional,” jelasnya.

AI Generatif

IFSoc juga mencatat mengenai antisipasi perkembangan artificial intelligence (AI) yang semakin masif. Tahun 2023 menjadi titik kemunculan panduan kode etik AI sektor tekfin yang diterbitkan OJK bersama asosiasi dan Kemenkominfo menandakan langkah terdepan penerbitan panduan etik AI dibandingkan dengan sektor-sektor lain.

Anggota Steering Committee IFSoc, Wahyu Dhyatmika menjelaskan otoritas di masing-masing sektor perlu mempertimbangkan dampak dari perkembangan AI dengan mengakomodasinya di dalam peraturan yang dikeluarkan institusi regulator. OJK dan BI diharapkan dapat mengeluarkan produk hukum, dapat berupa POJK dan PBI, mengenai panduan pengembangan dan etik AI.

Lebih lanjut, Wahyu menjelaskan pemanfaatan AI di sektor fintech harus memprioritaskan efisiensi dan efektivitas layanan fintech. AI di fintech merupakan hal yang lumrah pemanfaatannya. Tentunya AI harus dimanfaatkan sebagai katalis perbaikan efisiensi dan efektivitas layanan keuangan seperti credit scoring, e-kyc, dan pencegahan fraud/Anti Money Laundering).

Catatan lainnya yang diingatkan oleh IFSoc ialah urgensi kolaborasi dalam memerangi fraud. IFSoc mencatat masih besarnya ketimpangan inklusi (85%) dan literasi keuangan (49,7%) menjadi pekerjaan rumah bagi seluruh pemangku kepentingan di industri keuangan. Terlebih masih maraknya kasus kejahatan keuangan, seperti penipuan digital menjadi urgensi adanya upaya penanggulangan fraud melalui edukasi berskala nasional.

Anggota Steering Committee IFSoc, Tirta Segara menyatakan, regulator dan industri lintas sektor juga perlu bekerjasama mempersempit ruang gerak pelaku fraud. Ia mengatakan, upaya proaktif serta kolektif antara regulator dan industri antar sektor penting adanya untuk memperkecil ruang pelaku fraudster karena telah dideteksi lebih dulu sebelum mereka melakukan kejahatan. Di sinilah perlunya ada universal fraudster database yang dapat diakses berbagai pihak pemangku kepentingan untuk mendeteksi pelaku fraud.

Di sisi lain, Tirta menambahkan Indonesia dapat mencontoh Malaysia dengan membuat satu standar hotline untuk menjadi layanan aduan kasus fraud dengan cepat. Jadi hotline ini berguna untuk melaporkan kasus fraud dan laporannya dapat diteruskan ke pihak terkait sehingga bisa direspon cepat dengan memblokir rekening pelaku fraud.

Artikel berjudul IFSoc Beri Catatan Akhir Tahun di Industri Fintech yang ditulis oleh Zihan Fajrin pertama kali tampil di Gizmologi



from Gizmologi https://ift.tt/N0fGJ52
via IFTTT